Secara konstitusional, Jakarta ditetapkan sebagai ibu
kota Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964. Jakarta telah menjadi
pusat pemerintahan sejak masih bernama Batavia pada masa Hindia Belanda. Pada
awal abad ke-20 ada upaya oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengubah
lokasi ibu kota dari Batavia ke Bandung, walaupun gagal karena Depresi Besar
dan Perang Dunia II. Setelah menjadi wacana selama puluhan tahun, Presiden Joko
Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur pada tahun
2019.
Sebenarnya wacana pindah ibu kota bukanlah hal baru. Wacana memindahkan
ibu kota tercetus saat Presiden pertama Indonesia, Sukarno berada di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah pada 17 Juli 1957. Saat itu Sukarno mengunjungi kota itu
bersama Duta Besar Amerika Serikat Hugh Cumming Jr, Dubes Uni Soviet D. A.
Zhukov, serta Sri Sunan Pakubuwono XVII. Presiden berada di Palangkaraya untuk
menancapkan tiang pancang bakal kota itu.
Saat dicanangkan pada tahun 1957, desain kota masih sangat sederhana.
Namun, wacana ini tak kunjung terealisasi hingga akhir masa pemerintahan Bung
Karno. Penyelenggaraan Asian Games di Indonesia pada 1962 disebut menjadi
pengalihan rencana ini.
Akhirnya, pada 29 April 2019, Jokowi dalam rapat terbatasnya memutuskan
untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Rencana ini bukan lagi sekadar
wacana karena kajian dari berbagai aspek yang sudah dipertimbangkan dalam 1,5
tahun terakhir menyimpulkan bahwa Indonesia sangat dimungkinkan memindahkan ibu
kotanya.
Mantan Wali Kota Solo itu menyatakan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) juga sudah menindaklanjuti pilihan provinsi yang dinilai berpotensi,
seperti di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
"Nanti setelah dipaparkan secara detail akan segera
diputuskan," ujarnya.
Lebih lanjut Jokowi meminta agar kajian yang berkaitan dengan
kebencanaan, daya dukung lingkungan, ekonomi, demografi, sosial-politik, dan
pertahanan-keamanan diselesaikan dan dirinci kembali. Ia ingin keputusan nanti
adalah keputusan yang benar sebagai kepala negara dalam visinya memimpin
pemerintahan ke depan.
"Saya memutuskan nantinya bukan sebagai kepala pemerintahan tetapi
sebagai kepala negara," katanya.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu meminta jajarannya untuk mempelajari
pengalaman pemindahan ibu kota negara lain, terutama terkait faktor-faktor yang
bisa menjadi hambatan, sehingga bisa mengantisipasi sedini mungkin.
"Sebaliknya faktor kunci keberhasilan yang bisa kita adopsi dan
adaptasi kita ambil," tuturnya.
Selain itu, Jokowi meminta jajarannya untuk menyiapkan skema pembiayaan
pemindahan ibu kota, baik yang bersumber dari APBN atau di luar APBN. Ia juga
memerintahkan agar ada desain kelembagaan yang diberikan otoritas dalam rencana
pemindahan ibu kota negara ini.
"Dan terpenting payung hukum mengenai pemindahan ibu kota,"
ujarnya.